Wednesday, March 26, 2014

Manajemen Luka Kronis

Luka kronis adalah luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan luka atau luka yang tidak sembuh sesuai dengan waktu penyembuhan luka sehingga fasenya memanjang hingga menahun. Hal ini disebabkan karena adanya faktor prnyulit yang menghambat proses penyembuhan luka sehingga luka sulit sembuh. Seringnya luka kronis disebabkan karena adanya penyakit penyerta (penyakit gula, penyumbatan pembuluh darah arteri, permasalahan pembuluh darah vena, imobilisasi).

Banyaknya faktor yang menghambat penyembuhan luka menjadikan manajemen luka kronis memerlukan pengetahuan dan keterampilan khusus. Manajemen luka kronis tidak hanya membalut luka, namun memerlukan pengkajian holistic dan rencana tindakan yang sesuai dengan masalah yang ditemukan.

Pengkajian
Pengkajian luka kronis sama dengan pengkajian luka akut, namun disini penekanan pada kenapa atau apa yang menyebabkan luka tidak kunjung sembuh??
Penyebab ini harus diatasi bersamaan dengan proses perawatan luka berlangsung.
Pengkajian umum:
Usia
Penyakit penyerta
Vaskularisasi
Status nutrisi
Faktor kegemukan (obesitas)
Radiasi
Psikologi (stress)
Obat-obatan : kemoterapi, kortikosteroid, imunosupresan
Pengkajian local luka :
Tipe penyembuhan
Penampilan klinis
Lokasi
Ukuran luka
Tipe dan jumlah eksudat
Tepi luka
Nyeri
Pengkajian spesifik luka kronis
Jaringan nekrosis (jaringan pada dasar luka yang berwarna hitam dan kuning/avaskularisasi)
Tanda infeksi/kolonisasi kuman
Benda asing (misal: serpihan tulang, sisa benang, kotoran lainnya)
Pengkajian spesifik luka kronis sangat penting sehingga akan terlihat manajemen yang akan dilakukan dengan metode T.I.M.E.
Manajemen T.I.M.E.
Prof. Dr. Vincent Falaga pada tahun 2003 mengembangkan satu metode untuk manajemen luka kronik. Metode ini dikenal dengan metode T.I.M.E, yaitu dengan memperhatikan :
Tissue
Non-viable or devicient (jaringan mati pada dasar luka)
Infection or Inflamation (infeksi atau inflamasi)
Moisture imbalance (kelembaban yang tidak seimbang)
Edge of wound non-advancing or undermining (tepi luka yang tidak maju atau ada goa).
Pada tahun 2004 terjadi evolusi dariistilah TIME oleh EWMA (European wound management association) dalam sebuah diskusi ilmiah untuk menentukan persiapan dasar luka secara aplikasi menjadi :
T
Tissue Management
(Manajemen Jaringan)
I
Inflamation and infection control
(control inflamasi dan infeksi)
M
Moisture balance
(kelembaban yang seimbang)
E
Ephitelial (Edge) Advancement
(kemajuan epitel/tepi luka)


TISSUE MANAGEMENT
Tujuan :
Mengangkat jaringan mati (autolysis debridemang/CSWD)
Membersihkan dari benda asing
Persiapan dasar luka kuning/hitam menjadi merah
manajemen jaringan tindakan utamanya adalah dengan melakukan debridemang, dimulai dari mengkaji dasar luka sehingga dapat dipilih jenis debridemang yang akan dilakukan. Debridemang adalah kegiatan mengangkat atau menghilangkan jaringan mati (devaskularisasi), jaringan terinfeksi dan benda asing dari dasar luka sehingga dapat ditemukan dasar luka dengan vaskularisasi yang baik.
Cara debridemang diantaranya :
Metode chemical
Debridemang dengan menggunakan bahan kimia. Diantaranya sodium hypochlorite (dakin’s solution) merupakan media yang digunakan dalam chemical debridemang.
Enzymatic debridemang dapat menggunakan tumbuhan herbal, seperti enzim papain (papaya), bromelain (nanas). Sedangkan biolysis menggunakan maggots (larva/belatung).
Mechanical debridemang
Menggunakan kasa (digosok/usap) atau pinset atau dengan konsep wet-dry dressing, atau dengan irrigasi tekanan tinggi dan hidroterapi/whirlpoll.
Autolisis debridemang
Tubuh memiliki enzim proteolitik yang berperan dalam debris atau pembersihan. Proses penyembuhan ini dapat terjadi pada suasana lembab. Dengan menciptakan suasana lembab pada luka dapat terjadi proses autolysis.
Conservative sharp wound debridement (CSWD)
Merupakan tindakan mengangkat jaringa mati yang tidak berdarah dan tidak menimbulkan sakit, sehingga tidak memerlukan anestesi dan tidak menimbulkan perdarahan massive. CSDW dikenal dengan nekrotomi dan dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang bersertifikat khusus, misal seorang ETN (Enterostomal Therapy Nurse) atau WOCN (Wound Ostomy Continence Nurse) atau CWT (Certified Wound Therapis) dan sertifikasi nasional atau internasional yang selalu melakukan uji kompetensi untuk keabsahannya.
Surgical Debridement
Merupakan tindakan surgical atau pembedahan dan hanya boleh dilakukan oleh dokter bedah, jaringan yang diangkat dapat berupa jaringan mati maupun jaringan sehat yang cenderung rusak.
Infection/inflammation Control
Tujuan manajemen I :
Mengontrol inflamasi
Mengurangi jumlah perkembangbiakan kuman
Mencegah infeksi
Mengatasi infeksi
Semua luka kronis adalah luka yang terkontaminasi tapi tidak selalu ada infeksi (Smith, 1983). Infeksi adalah pertumbuhan organisme pada luka yang berlebihan dan ditandai dengan terjadi reaksi jaringan local maupun sistematis. Sebelum terjadi infeksi ada proses perkembangbiakan kuman mulai dari kontaminasi, kolonisasi, kritikal kolonisasi lalu infeksi (Schultz et al., 2003). Luka dikatakan infeksi jika ada tanda inflamasi/infeksi, eksudat purulen/nanah, bertambah banyak dan sangat berbau, luka meluas/breakdown, serta melalui pemeriksaan penunjang diagnostic seperti : lekosit dan makrofag meningkat, kultur eksudat: BAKTERI > 106/gram jaringan.
Lakukan pencucian dengan baik, gunakan cairan antiseptic yang seditkit korosif pada luka kontaminasi kotor dan luka infeksi. contoh jenis cairan antiseptic :
Iodine cair
Alcohol 70%
Faraclilum 1%
Clorhexidine
Chlorine 1%
Rebusan daun jambu dan daun sirih (astringent herbal)
Gunakan cairan fisiologis (aquabides, Nacl 0,9%, RL) pada luka bersih. Berikan balutan antimicrobial sesuai jenis balutan yang dapat mengatasi infeksi pada metode WEI. Anjuran pada luka infeksi lakukan ganti balutan minimal 1-2 hari sekali.
Moisture Balance
Tujuan manajemen M:
Mempertahankan kelembaban yang seimbang
Melindungi luka dari trauma saat mengganti balutan
Melindungi kulit sekitar luka
Menyerap/menampung cairan luka (exydates)
Kelembaban pada kulit menjadi kebutuhan dasar, ketika kulit mengalami kerusakan, secara otomatis juga masih membutuhkan suasana lembab lebih besar dibandingkan sebelumnya. Falanga pada tahun 2004 mengemukakan bahwa cairan yang berlebihan pada luka kronik dapat menyebabkan terganggunya kegiatan sel mediator seperti growth factor pada jaringan. banyaknya cairan luka (eksudat) pada luka kronik dapat menimbulkan maserasi dan perlukaan baru pada daerah sekitar luka, sehingga konsep kelembaban yang dikembangkan adalah keseimbangan kelembaban dalam luka. Dalam memilih balutan yang sesuai dapat menggunakan balutan yang dapat mengatasi eksudat.
Ephitelization Advancement
Tujuan manajemen E :
Mendukung proses epitelisasi
Mempercepat penutupan luka
Menjaga kelembaban yang seimbang
Proses penutupan luka dimulai dari tepi luka disebut dengan epitelisasi. Proses penutupan luka terjadi pada fase proliferasi penyembuhan luka. Epitel (tepi luka) sangat penting untuk diperhatikan sehingga proses epitelisasi dapat berlangsung secara efektif. Brikut adalah tanda epitel yang baik :
Halus
Tipis
Menyatu dengan dasar luka
Bersih dan lunak

Jika TIM teratasi maka E akan baik. Balutan yang medukung dengan epitelisasi adalah batulan yang sesuai dengan WEI.
 

No comments:

Post a Comment