Luka kronis adalah luka yang mengalami
kegagalan dalam proses penyembuhan luka atau luka yang tidak sembuh sesuai
dengan waktu penyembuhan luka sehingga fasenya memanjang hingga menahun. Hal ini
disebabkan karena adanya faktor prnyulit yang menghambat proses penyembuhan
luka sehingga luka sulit sembuh. Seringnya luka kronis disebabkan karena adanya
penyakit penyerta (penyakit gula, penyumbatan pembuluh darah arteri,
permasalahan pembuluh darah vena, imobilisasi).
Banyaknya faktor yang menghambat
penyembuhan luka menjadikan manajemen luka kronis memerlukan pengetahuan dan
keterampilan khusus. Manajemen luka kronis tidak hanya membalut luka, namun
memerlukan pengkajian holistic dan rencana tindakan yang sesuai dengan masalah
yang ditemukan.
Pengkajian
Pengkajian luka kronis sama dengan
pengkajian luka akut, namun disini penekanan pada kenapa atau apa yang
menyebabkan luka tidak kunjung sembuh??
Penyebab ini harus diatasi bersamaan
dengan proses perawatan luka berlangsung.
Pengkajian umum:
Usia
Penyakit penyerta
Vaskularisasi
Status nutrisi
Faktor kegemukan (obesitas)
Radiasi
Psikologi (stress)
Obat-obatan : kemoterapi,
kortikosteroid, imunosupresan
Pengkajian local luka :
Tipe penyembuhan
Penampilan klinis
Lokasi
Ukuran luka
Tipe dan jumlah eksudat
Tepi luka
Nyeri
Pengkajian spesifik luka kronis
Jaringan nekrosis (jaringan pada dasar
luka yang berwarna hitam dan kuning/avaskularisasi)
Tanda infeksi/kolonisasi kuman
Benda asing (misal: serpihan tulang,
sisa benang, kotoran lainnya)
Pengkajian spesifik luka kronis sangat
penting sehingga akan terlihat manajemen yang akan dilakukan dengan metode
T.I.M.E.
Manajemen T.I.M.E.
Prof. Dr. Vincent Falaga pada tahun
2003 mengembangkan satu metode untuk manajemen luka kronik. Metode ini dikenal dengan
metode T.I.M.E, yaitu dengan memperhatikan :
Tissue
Non-viable or devicient (jaringan mati
pada dasar luka)
Infection or Inflamation (infeksi atau
inflamasi)
Moisture imbalance (kelembaban yang
tidak seimbang)
Edge of wound non-advancing or
undermining (tepi luka yang tidak maju atau ada goa).
Pada tahun 2004 terjadi evolusi
dariistilah TIME oleh EWMA (European wound management association) dalam sebuah
diskusi ilmiah untuk menentukan persiapan dasar luka secara aplikasi menjadi :
T
|
Tissue
Management
(Manajemen
Jaringan)
|
I
|
Inflamation
and infection control
(control
inflamasi dan infeksi)
|
M
|
Moisture
balance
(kelembaban
yang seimbang)
|
E
|
Ephitelial
(Edge) Advancement
(kemajuan
epitel/tepi luka)
|
TISSUE MANAGEMENT
Tujuan :
Mengangkat jaringan mati (autolysis
debridemang/CSWD)
Membersihkan dari benda asing
Persiapan dasar luka kuning/hitam
menjadi merah
manajemen jaringan tindakan utamanya
adalah dengan melakukan debridemang, dimulai dari mengkaji dasar luka sehingga
dapat dipilih jenis debridemang yang akan dilakukan. Debridemang adalah
kegiatan mengangkat atau menghilangkan jaringan mati (devaskularisasi),
jaringan terinfeksi dan benda asing dari dasar luka sehingga dapat ditemukan
dasar luka dengan vaskularisasi yang baik.
Cara debridemang diantaranya :
Metode chemical
Debridemang dengan menggunakan bahan
kimia. Diantaranya sodium hypochlorite (dakin’s solution) merupakan media yang
digunakan dalam chemical debridemang.
Enzymatic debridemang dapat
menggunakan tumbuhan herbal, seperti enzim papain (papaya), bromelain (nanas).
Sedangkan biolysis menggunakan maggots (larva/belatung).
Mechanical debridemang
Menggunakan kasa (digosok/usap) atau
pinset atau dengan konsep wet-dry dressing, atau dengan irrigasi tekanan tinggi
dan hidroterapi/whirlpoll.
Autolisis debridemang
Tubuh memiliki enzim proteolitik yang
berperan dalam debris atau pembersihan. Proses penyembuhan ini dapat terjadi
pada suasana lembab. Dengan menciptakan suasana lembab pada luka dapat terjadi
proses autolysis.
Conservative sharp wound debridement
(CSWD)
Merupakan tindakan mengangkat jaringa
mati yang tidak berdarah dan tidak menimbulkan sakit, sehingga tidak memerlukan
anestesi dan tidak menimbulkan perdarahan massive. CSDW dikenal dengan
nekrotomi dan dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang bersertifikat khusus,
misal seorang ETN (Enterostomal Therapy Nurse) atau WOCN (Wound Ostomy
Continence Nurse) atau CWT (Certified Wound Therapis) dan sertifikasi nasional
atau internasional yang selalu melakukan uji kompetensi untuk keabsahannya.
Surgical Debridement
Merupakan tindakan surgical atau
pembedahan dan hanya boleh dilakukan oleh dokter bedah, jaringan yang diangkat
dapat berupa jaringan mati maupun jaringan sehat yang cenderung rusak.
Infection/inflammation Control
Tujuan manajemen I :
Mengontrol inflamasi
Mengurangi jumlah perkembangbiakan
kuman
Mencegah infeksi
Mengatasi infeksi
Semua luka kronis adalah luka yang
terkontaminasi tapi tidak selalu ada infeksi (Smith, 1983). Infeksi adalah
pertumbuhan organisme pada luka yang berlebihan dan ditandai dengan terjadi
reaksi jaringan local maupun sistematis. Sebelum terjadi infeksi ada proses
perkembangbiakan kuman mulai dari kontaminasi, kolonisasi, kritikal kolonisasi
lalu infeksi (Schultz et al., 2003). Luka dikatakan infeksi jika ada tanda
inflamasi/infeksi, eksudat purulen/nanah, bertambah banyak dan sangat berbau,
luka meluas/breakdown, serta melalui pemeriksaan penunjang diagnostic seperti :
lekosit dan makrofag meningkat, kultur eksudat: BAKTERI > 106/gram
jaringan.
Lakukan pencucian dengan baik, gunakan
cairan antiseptic yang seditkit korosif pada luka kontaminasi kotor dan luka
infeksi. contoh jenis cairan antiseptic :
Iodine cair
Alcohol 70%
Faraclilum 1%
Clorhexidine
Chlorine 1%
Rebusan daun jambu dan daun sirih
(astringent herbal)
Gunakan cairan fisiologis (aquabides,
Nacl 0,9%, RL) pada luka bersih. Berikan balutan antimicrobial sesuai jenis
balutan yang dapat mengatasi infeksi pada metode WEI. Anjuran pada luka infeksi
lakukan ganti balutan minimal 1-2 hari sekali.
Moisture Balance
Tujuan manajemen M:
Mempertahankan kelembaban yang
seimbang
Melindungi luka dari trauma saat
mengganti balutan
Melindungi kulit sekitar luka
Menyerap/menampung cairan luka
(exydates)
Kelembaban pada kulit menjadi
kebutuhan dasar, ketika kulit mengalami kerusakan, secara otomatis juga masih
membutuhkan suasana lembab lebih besar dibandingkan sebelumnya. Falanga pada
tahun 2004 mengemukakan bahwa cairan yang berlebihan pada luka kronik dapat
menyebabkan terganggunya kegiatan sel mediator seperti growth factor pada
jaringan. banyaknya cairan luka (eksudat) pada luka kronik dapat menimbulkan
maserasi dan perlukaan baru pada daerah sekitar luka, sehingga konsep
kelembaban yang dikembangkan adalah keseimbangan kelembaban dalam luka. Dalam
memilih balutan yang sesuai dapat menggunakan balutan yang dapat mengatasi
eksudat.
Ephitelization Advancement
Tujuan manajemen E :
Mendukung proses epitelisasi
Mempercepat penutupan luka
Menjaga kelembaban yang seimbang
Proses penutupan luka dimulai dari
tepi luka disebut dengan epitelisasi. Proses penutupan luka terjadi pada fase
proliferasi penyembuhan luka. Epitel (tepi luka) sangat penting untuk
diperhatikan sehingga proses epitelisasi dapat berlangsung secara efektif.
Brikut adalah tanda epitel yang baik :
Halus
Tipis
Menyatu dengan dasar luka
Bersih dan lunak
Jika TIM teratasi maka E akan baik.
Balutan yang medukung dengan epitelisasi adalah batulan yang sesuai dengan WEI.
No comments:
Post a Comment